PENDIDIKAN
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Materi
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK FASE USIA SEKOLAH DASAR
PENGAMPU
Dr. TRI SUMINAR, M.Pd
ROSAMAJI :
0103512124
Prodi dikdas kons. pgsd
universitas negeri semarang
pasca sarjana
Pendahuluan
Permasalah dasar pendidikan di Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan
dasar dan menengah. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata.
1.
Faktor
pertama, kebijakan penyelenggara pendidikan nasional menggunakan pendekatan education
production function atau input output analisys yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini gagal karena kurang memperhatikan
proses pendidikan.
- Faktor kedua penyelenggara pendidikan nasional dilakukan secara birokratif-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokratis yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.
- Faktor ketiga, peranan serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat dukungan (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas ).
Dalam
kaitanya dengan hal-hal di atas, maka diharapkan adanya perubahan peran negara
dalam pendidikan adalah sebagai diuraikan H.A.R. Tilaar :
PERANAN
|
MASA LALU
|
SEKARANG dan MASA DEPAN
|
Pemerataan Pendidikan
|
Birorientasi target
|
Birorientasi Kualitas
|
Kualitas
|
Dicapai melalui evaluasi dan
standarisasi semua melalui ujian terpusat dan kurikulum baku yang bersifat
nasional.
|
Sebagai prioritas utama yang
sesuai dengan kebutuhan daerah.
|
proses
|
Tidak dipentingkan; yang penting
ialah tercapainya target kuantitatif
|
Sangat penting karena yang
dipentingkan ialah perubahan tingkah laku dan “outcome” pendidikan
|
Metodologi
|
Indoktrinasi
|
Dialogis
|
Manajemen
|
Negara dan birokrasinya memegang
peranan sentral
|
Manajemen berpusat pada institusi
sekolah
|
Pelaksanaan servis
pendidikan
|
Pelaku utama
|
Pemerintah sebagi patner yang
cukup menetapkan arah
|
Perubahan sosial
|
Terarah dan opresif
|
Demokrasi dan grass-root
|
Perkembangan demokrasi
|
Menentukan bingkai kehidupan
berdemokrasi terbatas pada prosedur
|
Mengembangkan perubahan tingkah
laku demokratis secara substantif
|
Perkembangan sosial-ekonomi
masyarakat setempat
|
Bukan menjadi bahan pertimbangan
penyusunan kurikulum
|
Salah satu komponen pokok
penyusunan kurikulum
|
Perkembangan nilai-nilai moral dan
agama
|
Ditentukan oleh pemerintah pusat
|
Berakar dari budaya dan agama
setempat
|
Nasionalisme
|
Pemaksaan dari atas dan bersifat
formalisti. Mengabaikan identitas daerh
|
Pendekatan multikultural
|
pendanaan
|
Seluruhnya penanggung pembiyaan
pendidikan. Dana sebagai alat pelestarian kekuasaan pemerintah.
|
Selektif sebagai lembaga pemersatu
nasional dalam pemerataan, kualita, dan persatuan nasional
|
Pelaksanaan wajib belajar 9-12
tahun
|
Ditentukan secara pusat oleh
pemerintah pusat
|
Sesuai dengan kondisi dan
kemampuan daerah. Pelaksanaanya secara bertahap sesuai dengan kondisi
sosial-ekonomi daerah
|
A. KONSEP
DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN
Sentralisasi adalah
seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu
instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah
digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan
semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak
pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak
digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Indonesia sebagai negara
berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti
system sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang.
Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, serba
keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat
relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya,posisi
dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang
untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang
dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai
fenomena yang memperhatinkan seperti :
1.
Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2.
Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan,
pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3.
Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
4.
Melemahnya kebudayaan daerah
5.
Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan
kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan
sentralistik, maka upaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok
manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara
mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati,
memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat
menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
Sentralisasi pendidikan belum
berhasil dalam mengoptimalkan peran pendidikan sebagai kekuatan moral bangsa
ini. Disamping itu, slogan dunia tentang hak pendidikan bahwa education for all
masih ada dalam tatanan konsep. Proses seperti ini telah menghilangkan potensi
masyarakat untuk melahirkan massa yang kritis terhadap situasi pendidiakan.
B. KEKUATAN
DAN KELEMAHAN SENTRALISASI PENDIDIKAN
Secara
teoritis, sentralisasi mempunyai keunggulan. Keunggulan tersebut adalah:
1.
Organisasi
menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat
sehingga pengembalian keputusan lebih mudah.
2.
Perencanaan
dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu jenjang koordinasi
yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan yang akan melaksanakan
atau terpengaruh oleh pengambilan keputusan tersebut.
3.
Peningkatan
resouce sharing dan sinergi. Sumberdaya dapat dikelola secara lebih efisien
karena dilakukan secara terpusat.
4.
Pengurangan
fasilitas lain, suatu aset dapat dipergunakan secara bersama-sama tanpa harus
menyediakan aset yang sama untuk pekerjaan yang berbeda-beda
5.
Perbaikan
koordinasi, koodinasi menjadi lebih mudah karena adanya unity of command
6.
Pemusatan
expertise, keahlian dari anggota organisasi dapat dimanfaatkan secara maksimal
karena pimpinandapat memberi wewenang.
Disamping itu sentralisasi mempunyai kelemahan antara lain:
1.
Kemungkinan
penurunan kecepatan pengambilan keputusan dan kualitas keputusan. Pengambilan
keputusan dengan pendekatan sentralisasi seringkali tidak mempertimbangkan
faktor-faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
tersebut.
2.
Anggota
organisasi sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wahana dan
dominasi pimpinan yang terlalu tinggi
3.
Penurunan
kecepatan untuk merespon perubahan lingkungan. Organisasi sangat tergantung
pada daya respon sekelompok orang saja
4.
Peningkatan
kompleksitas pengelolaan. Pengelolaan organisasi akan semakin rumit karena
banyak masalah pada level unit organisasi yang dibawah
5.
Perspektif
luas, tetapi kurang mendalam pimpinan organisasi akan mengambil keputusan
berdasar kan perspektiforganisasi secara keseluruhan tapi tidak atau jarang
mempertimbangkan implementasinya akan seperti apa.
C. KONSEP
DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Desentralisasi adalah
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang
pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi
menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau
otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan
yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Konsep desentralisasi sebagai
transfer tanggung jawab dalam perencanaan,manajemen dan alokasi sumber-sumber
dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementrian pusat,unit yang
berada dibawah level pemerintahan,otoritas atau korporasi publik semi
otonomi,otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas,atau
lembaga.privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Rondineli 1986).
Desentralisasi sebagai suatu proses
dimana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan
kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidkan, termasuk
pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan
pembiyaan.(Bray 1984 dan fiskey 1966).
Desentralisasi berasal dari teori
politik demokrasi liberal klasik, seperti dinyatakan John stuart Mill bahwa
keuntungan nasional dan daerah akan samakin meningkat dengan devolusi dan
partisipasi masyarakat.
Turner menjelaskan lebih detail
tentang manfaat desentralisasi:
1. Perencanaan khusus secara lokal
mudah dilakukan dengan menggunakan informasi terkini dan detail yang hanya dI
tingkat lokal (locally specific plans);
2. Koordinasi antara organisasi dapat d
lakukan pada level daerah
3. Eksprementasi dan inovasi yang
didorong oleh desentralisasi akan meningkatkan peluang strategi bangunan
menjadi lebih efektif.
4. Motivasipersonal didaerah akan
meningkat seiring dengan tanggungjawab yang akan di miliki untuk mengembangkan
program yang akan di kelola (motivation of field-level personnel);
5. Pengurangan beban pekerjaan pada
agen atau kantor cabang pemerintahaan pusat di daerah akan melepaskan mereka
dari rutinitas pengambilan keputusan dan memberi mereka waktu yang lebih untuk
menentukan isu-isu strategis sehingga akan memperbaiki kualitas kebijakan (workload
reduction).
Desentralisasi dibedakan dari segi
otoritas dan tanggung jawab. Sebagai dijelas oleh william (1993) ada dua macam
otoritas (kewenangan dan tanggung jawab) yang diserahkan oleh pemerintah pusat
ke pemerintah yang lebih rendah, yakni desentralisasi politis dan
desentralisasi administratif. Dalam desentralisasi politis kewenangan
diserahkan pemerintah bersifat menyeluruh. Dalam hal ini pemerintah daerah
memegang otoritas untuk menentukan segala kebijakan tentang penyelanggaraan pendidikan
untuk masyarakatnya. Adapun desentralisasi administrsi adalah kewenangan yang
yang diserahkan berupa strategi pengelolaan yang bersifat implementatif untuk
melaksanakan suatu fungsi pendidikan.
Sementara itu berdasarkan konsep
kewenangan, william (1994) merincikan desentralisasi kedalam tiga model:
1. Deconcentration adalah model pengalihan tanggung
jawab pengelolaan pendidikan dari pusat ke pemerintahaan yang lebih rendah
sedemikian rupa sehingga lembaga di pemerintahaan pusat masing-masing memegang
kendali pelaksanaan pendidikan secara penuh.
2. Delegation adalah model desentralisasi dimana
pemerintah pusat meminjamkan kekuasaanya pada pemerintah daerah atau kepada
organisasi/ lembaga semi otonomi.
3. Devolution adalah desentralisasi dimana
pemerintah pusat menyerahkan kewenangan dalam seluruh pelaksanaan pendidikan
meliputi pembiayaan, administrasi serta pengelolaan yang lebih luas.
Dari segi manajemen, desentralisasi
dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas publik. Dari segi
kultural, desentrarlisasi dimaksudkan memerhatikan kekhususan, keistimewaan
suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian, kebudayaan.
Segi pembangunan desentralisasi dapat melancarkan formulasi dan implementasi
program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Desentralisasi membawa implikasi
yang luas dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut litvack (1998) sebagai mana di
kutip oleh Teguh Yuwono bahwa ada tiga implikasi yang mempengaruhi
desentralisasi.
1. Desentralisasi bisa mengubah
mobilisasi dan alokasi sumber-sumber publik yang akan mempengaruhi isu-isu luas
dari persoalan pelayanan, upaya mengurangi kemiskinan, stabilitas makro
ekonomi. Dalam hal ini desentralisasi dianggap sebagai jalan pintas yang memotong
isu-isu tersebut.
2. Manajemen desentralisasi memerlukan
pengetahuan yang mendalam tentang institusi –institusi lokal dan pemahaman
tentang proses desentralisasi, di mana stakeholder harus terlibat
didalamnya.
3. Keyakinan empiris tetang apa yang
harus dikerjakan dan yang tidak perlu dikerjakan.
Desentralisasi di
Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak
diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat
dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi
melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan
sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang
mendasari perlunya desentralisasi :
1. Mendorong
terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2. Mengakomodasi
terwujudnya prinsip demokrasi.
3. Mengurangi
biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat meningkatkan
efisiensi.
4. Memberi
peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5. Mengakomodasi
kepentingan poloitik.
6. Mendorong
peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi
Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam
pemerintah antara lain :
-
Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur
oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
-
Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan
pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan
pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai
sentra desentralisasi.
Ada tiga hal yang
berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat
demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa (
H.A.R Tialar, 2002).
1. Masyarakat
Demokrasi
Masyarakat demokrasi
atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society)
adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia.
Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya
merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun
masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan
yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat
demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan
“Social Capital”
Para ahli ekonomi
seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada
nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu
pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai
social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan
yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang
tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan
nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan
yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak sesuai
dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu,
desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada
rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di
dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam
penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat
ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3. Pengembangan
Daya Saing
Di dalam suatu
masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam
pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama
tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama. Di
dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai
tempat.
Daya saing di dalam masyarakat
bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan
yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat
mutunya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau
suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide
baru, dan inovasi.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan
memrlukan the stakeholder society, yang oleh Ackerman dan Alscott
sebagaimana dikutip oleh Dwiyanto, yang diformulasikan secara sederhana.
Terdapat lima pemain dalam the stakeholder society, yaitu:
1.
Masyarakat
lokal;
2.
Orang
tua;
3.
Peserta
didik;
4.
Negara;
5.
Pengelola
profesional pendidik.
D. KEKUATAN
DAN KELEMAHAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Dari beberapa pengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
Dari beberapa pengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1. Masa
transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang
tergesa-gesa.
2. Kurang
jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
daerah.
3. Kemampuan
keuangan daerah yang terbatas.
4. Sumber
daya manusia yang belum memadai.
5. Kapasitas
manajemen daerah yang belum memadai.
6. Restrukturisasi
kelembagaan daerah yang belum matang.
7. Pemerintah
pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Selain dampak
negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya
antara lain,
1.
Mampu
memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan.
2.
Mampu
membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan,
karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3.
Mampu
menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi proses belajar mengajar yang
kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Berdasarkan
pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan
berbagai persoalan baru, diantaranya :
1.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara
daerah, antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2.
Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat
(orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu
sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga
kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3.
Biaya administrasi di sekolah meningkat karena
prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya
baru didistribusikan ke sekolah.
4.
Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan
pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu
memahami sepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya
akan menurunkan mutu pendidikan.
6.
Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di
karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan
mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7.
Terjadinya pemindahan keburukan tentang pengelolaan
pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi
munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam
pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh
sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu
di perhatikan :
1.
Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan
tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2.
Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan
berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3.
Adanya kometmen dari pemerintah daerah
terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4.
Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem
manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5.
Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap
keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem
pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6.
Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD,
masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru
tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7.
Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari
propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
E. Manajemen
Berbasis Sekolah
Istilah manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school-based management.
Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola
sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.
Munculnya MPMBS,
dikarenakan beberapa alasan antara lain adalah:
1.
Sekolah
lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya;
2.
Sekolah
lebih mengeahui bebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidkan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3.
Pengambilan
keputusan oleh sekolahnya lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena
pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
4.
Penggunaan
sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat;
5.
Keterlibatan
semua warga sekolah dan masyarkat dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat;
6.
Sekolah
cepat merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan.
Kewenangan yang
bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat
efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut.
1.
Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh
langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
2.
Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya local
3.
Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti
kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral
guru, dan iklim sekolah.
4.
Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan
perencanaan.
Tujuan
MBS
MBS yang ditandai
dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah
terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara
lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan
sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah,
berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain
diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan
pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Manfaat
MBS
MBS memberikan
kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung
jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber
daya dan pengembangan strategis MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah
dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi
pada tugas. Selain itu, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
Prinsip
MBS
Menurut Usman
(2009:624), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS
antara lain:
1.
Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus
mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk
ber-MBS
2.
Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan
mental untuk ber-MBS.
3.
Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua
pihak dalam mendidik anak.
4.
Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit
terpenting bagi pendidikan yang efektif.
5.
Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak
yang mengerti tentang pendidikan
6.
Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk
membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum
7.
Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga
memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.
8.
Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila
melibatkan stake holder sekolah.
Menurut Usman
(2009:629), indikator bahwa MBS sudah berhasil di sekolah ditunjukkan oleh
beberapa hal:
1.
Adanya kemandirian sekolah yang kuat
2.
Adanya kemitraan sekolah yang efektif
3.
Adanya partisipasi yang kuat dari masyarakat
4.
Adanya keterbukaan yang bertanggung jawab dan meluas
dari pihak sekolah dan masyarakat
5.
Adanya akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan
oleh sekolah.
Kesimpulan
Perubahan paradigma sentralisasi ke desentralisasi
membutuhkan transparansi, kepastian hukum, akuntabilita, dan partisipasi
sebagai aspek penting dalam menciptakan masyarakat yang demokratis. Saat ini
partisipasi sebagai aset penting bagi pemberdayaan masyarakat masih dalam
jargon untul legitimasi publik atau partisipasi hanya bersipat semu. Sebagai
akibatnya, hambatan-hambatan atas sejumblah kebijakan atau program yang di
desain tidak bisa berjalan secara optimal. Artinya, kebijakan deesentralisasi
pendidikan yang bertujuan untuk pemerataan dan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu pendidikan gagal jika tidak ada dukungan oleh partisipasi
masyarakat.
Keren sob
BalasHapuswww.kiostiket.com