Jumat, 19 Juli 2013

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK FASE USIA SEKOLAH DASAR














PENDIDIKAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Materi
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK FASE USIA SEKOLAH DASAR
                                                                                      
PENGAMPU
Dr. TRI SUMINAR, M.Pd
  











ROSAMAJI     : 0103512124

Prodi dikdas kons. pgsd
universitas negeri semarang
pasca sarjana






Pendahuluan
Permasalah dasar pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata.
1.      Faktor pertama, kebijakan penyelenggara pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini gagal karena kurang memperhatikan proses pendidikan.
  1. Faktor kedua penyelenggara pendidikan nasional dilakukan secara birokratif-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokratis yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.
  2. Faktor ketiga, peranan serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. partisipasi masyarakat lebih banyak bersifat dukungan (dana), bukan pada proses pendidikan (pengembalian keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas ).
Dalam kaitanya dengan hal-hal di atas, maka diharapkan adanya perubahan peran negara dalam pendidikan adalah sebagai diuraikan H.A.R. Tilaar :
PERANAN
MASA LALU
SEKARANG dan MASA DEPAN
Pemerataan Pendidikan
Birorientasi target
Birorientasi Kualitas
Kualitas
Dicapai melalui evaluasi dan standarisasi semua melalui ujian terpusat dan kurikulum baku yang bersifat nasional.
Sebagai prioritas utama yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
proses
Tidak dipentingkan; yang penting ialah tercapainya target kuantitatif
Sangat penting karena yang dipentingkan ialah perubahan tingkah laku dan “outcome” pendidikan
Metodologi
Indoktrinasi
Dialogis
Manajemen
Negara dan birokrasinya memegang peranan sentral
Manajemen berpusat pada institusi sekolah
Pelaksanaan servis
pendidikan
Pelaku utama
Pemerintah sebagi patner yang cukup menetapkan arah
Perubahan sosial
Terarah dan opresif
Demokrasi dan grass-root
Perkembangan demokrasi
Menentukan bingkai kehidupan berdemokrasi terbatas pada prosedur
Mengembangkan perubahan tingkah laku demokratis secara substantif
Perkembangan sosial-ekonomi masyarakat setempat
Bukan menjadi bahan pertimbangan penyusunan kurikulum
Salah satu komponen pokok penyusunan kurikulum
Perkembangan nilai-nilai moral dan agama
Ditentukan oleh pemerintah pusat
Berakar dari budaya dan agama setempat
Nasionalisme
Pemaksaan dari atas dan bersifat formalisti. Mengabaikan identitas daerh
Pendekatan multikultural
pendanaan
Seluruhnya penanggung pembiyaan pendidikan. Dana sebagai alat pelestarian kekuasaan pemerintah.
Selektif sebagai lembaga pemersatu nasional dalam pemerataan, kualita, dan persatuan nasional
Pelaksanaan wajib belajar 9-12 tahun
Ditentukan secara pusat oleh pemerintah pusat
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Pelaksanaanya secara bertahap sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi daerah

A.    KONSEP DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti system sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, serba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatinkan seperti :
1.         Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2.         Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3.         Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
4.         Melemahnya kebudayaan daerah
5.         Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, maka upaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
Sentralisasi pendidikan belum berhasil dalam mengoptimalkan peran pendidikan sebagai kekuatan moral bangsa ini. Disamping itu, slogan dunia tentang hak pendidikan bahwa education for all masih ada dalam tatanan konsep. Proses seperti ini telah menghilangkan potensi masyarakat untuk melahirkan massa yang kritis terhadap situasi pendidiakan.

B.     KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI PENDIDIKAN
Secara teoritis, sentralisasi mempunyai keunggulan. Keunggulan  tersebut adalah:
1.         Organisasi menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat sehingga pengembalian keputusan lebih mudah.
2.         Perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu jenjang koordinasi yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan yang akan melaksanakan atau terpengaruh oleh pengambilan keputusan tersebut.
3.         Peningkatan resouce sharing dan sinergi. Sumberdaya dapat dikelola secara lebih efisien karena dilakukan secara terpusat.
4.         Pengurangan fasilitas lain, suatu aset dapat dipergunakan secara bersama-sama tanpa harus menyediakan aset yang sama untuk pekerjaan yang berbeda-beda
5.         Perbaikan koordinasi, koodinasi menjadi lebih mudah karena adanya unity of command
6.         Pemusatan expertise, keahlian dari anggota organisasi dapat dimanfaatkan secara maksimal karena pimpinandapat memberi wewenang.
Disamping itu sentralisasi mempunyai kelemahan antara lain:
1.         Kemungkinan penurunan kecepatan pengambilan keputusan dan kualitas keputusan. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sentralisasi seringkali tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tersebut.
2.         Anggota organisasi sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wahana dan dominasi pimpinan yang terlalu tinggi
3.         Penurunan kecepatan untuk merespon perubahan lingkungan. Organisasi sangat tergantung pada daya respon sekelompok orang saja
4.         Peningkatan kompleksitas pengelolaan. Pengelolaan organisasi akan semakin rumit karena banyak masalah pada level unit organisasi yang dibawah
5.         Perspektif luas, tetapi kurang mendalam pimpinan organisasi akan mengambil keputusan berdasar kan perspektiforganisasi secara keseluruhan tapi tidak atau jarang mempertimbangkan implementasinya akan seperti apa.

C.     KONSEP DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Konsep desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan,manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementrian pusat,unit yang berada dibawah level pemerintahan,otoritas atau korporasi publik semi otonomi,otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas,atau lembaga.privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Rondineli 1986).
Desentralisasi sebagai suatu proses dimana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidkan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiyaan.(Bray 1984 dan fiskey 1966).
Desentralisasi berasal dari teori politik demokrasi liberal klasik, seperti dinyatakan John stuart Mill bahwa keuntungan nasional dan daerah akan samakin meningkat dengan devolusi dan partisipasi masyarakat.
Turner menjelaskan lebih detail tentang manfaat desentralisasi:
1.      Perencanaan khusus secara lokal mudah dilakukan dengan menggunakan informasi terkini dan detail yang hanya dI tingkat lokal (locally specific plans);
2.      Koordinasi antara organisasi dapat d lakukan pada level daerah
3.      Eksprementasi dan inovasi yang didorong oleh desentralisasi akan meningkatkan peluang strategi bangunan menjadi lebih efektif.
4.      Motivasipersonal didaerah akan meningkat seiring dengan tanggungjawab yang akan di miliki untuk mengembangkan program yang akan di kelola (motivation of field-level personnel);
5.      Pengurangan beban pekerjaan pada agen atau kantor cabang pemerintahaan pusat di daerah akan melepaskan mereka dari rutinitas pengambilan keputusan dan memberi mereka waktu yang lebih untuk menentukan isu-isu strategis sehingga akan memperbaiki kualitas kebijakan (workload reduction).
Desentralisasi dibedakan dari segi otoritas dan tanggung jawab. Sebagai dijelas oleh william (1993) ada dua macam otoritas (kewenangan dan tanggung jawab) yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, yakni desentralisasi politis dan desentralisasi administratif. Dalam desentralisasi politis kewenangan diserahkan pemerintah bersifat menyeluruh. Dalam hal ini pemerintah daerah memegang otoritas untuk menentukan segala kebijakan tentang penyelanggaraan pendidikan untuk masyarakatnya. Adapun desentralisasi administrsi adalah kewenangan yang yang diserahkan berupa strategi pengelolaan yang bersifat implementatif untuk melaksanakan suatu fungsi pendidikan.
Sementara itu berdasarkan konsep kewenangan, william (1994) merincikan desentralisasi kedalam tiga model:
1.    Deconcentration adalah model pengalihan tanggung jawab pengelolaan pendidikan dari pusat ke pemerintahaan yang lebih rendah sedemikian rupa sehingga lembaga di pemerintahaan pusat masing-masing memegang kendali pelaksanaan pendidikan secara penuh.
2.    Delegation adalah model desentralisasi dimana pemerintah pusat meminjamkan kekuasaanya pada pemerintah daerah atau kepada organisasi/ lembaga semi otonomi.
3.    Devolution adalah desentralisasi dimana pemerintah pusat menyerahkan kewenangan dalam seluruh pelaksanaan pendidikan meliputi pembiayaan, administrasi serta pengelolaan yang lebih luas.
Dari segi manajemen, desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas publik. Dari segi kultural, desentrarlisasi dimaksudkan memerhatikan kekhususan, keistimewaan suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian, kebudayaan. Segi pembangunan desentralisasi dapat melancarkan formulasi dan implementasi program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Desentralisasi membawa implikasi yang luas dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut litvack (1998) sebagai mana di kutip oleh Teguh Yuwono bahwa ada tiga implikasi yang mempengaruhi desentralisasi.
1.    Desentralisasi bisa mengubah mobilisasi dan alokasi sumber-sumber publik yang akan mempengaruhi isu-isu luas dari persoalan pelayanan, upaya mengurangi kemiskinan, stabilitas makro ekonomi. Dalam hal ini desentralisasi dianggap sebagai jalan pintas yang memotong isu-isu tersebut.
2.    Manajemen desentralisasi memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang institusi –institusi lokal dan pemahaman tentang proses desentralisasi, di mana stakeholder harus terlibat didalamnya.
3.    Keyakinan empiris tetang apa yang harus dikerjakan dan yang tidak perlu dikerjakan.
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.

Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1.      Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2.      Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3.      Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.
4.      Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5.      Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6.      Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
-          Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
-          Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai sentra desentralisasi.

Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1.      Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2.      Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3.      Pengembangan Daya Saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan memrlukan the stakeholder society, yang oleh Ackerman dan Alscott sebagaimana dikutip oleh Dwiyanto, yang diformulasikan secara sederhana. Terdapat lima pemain dalam the stakeholder society, yaitu:
1.         Masyarakat lokal;
2.         Orang tua;
3.         Peserta didik;
4.         Negara;
5.         Pengelola profesional pendidik.
D.    KEKUATAN DAN KELEMAHAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Dari beberapa pengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1.      Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2.      Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3.      Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4.      Sumber daya manusia yang belum memadai.
5.      Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6.      Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7.      Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Selain dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya antara lain,
1.         Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
2.         Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3.         Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya :
1.         Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah, antar sekolah antar individu warga masyarakat.
2.         Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan pembaruan.
3.         Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4.         Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5.         Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pendidikan.
6.         Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan sosial.
7.         Terjadinya pemindahan keburukan tentang pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
1.         Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2.         Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3.         Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4.         Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5.         Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6.         Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7.         Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
E.     Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school-based management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.
Munculnya MPMBS, dikarenakan beberapa alasan antara lain adalah:
1.         Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya;
2.         Sekolah lebih mengeahui bebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidkan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3.         Pengambilan keputusan oleh sekolahnya lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
4.         Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat;
5.         Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarkat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat;
6.         Sekolah cepat merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut.
1.      Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
2.      Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya local
3.      Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
4.      Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Tujuan MBS
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategis MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Selain itu, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
Prinsip MBS
Menurut Usman (2009:624), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS antara lain:
1.      Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS
2.      Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS.
3.      Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak.
4.      Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.
5.      Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang mengerti tentang pendidikan
6.      Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum
7.      Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.
8.      Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stake holder sekolah.
Menurut Usman (2009:629), indikator bahwa MBS sudah berhasil di sekolah ditunjukkan oleh beberapa hal:
1.      Adanya kemandirian sekolah yang kuat
2.      Adanya kemitraan sekolah yang efektif
3.      Adanya partisipasi yang kuat dari masyarakat
4.      Adanya keterbukaan yang bertanggung jawab dan meluas dari pihak sekolah dan masyarakat
5.      Adanya akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan oleh sekolah.
Kesimpulan
Perubahan paradigma sentralisasi ke desentralisasi membutuhkan transparansi, kepastian hukum, akuntabilita, dan partisipasi sebagai aspek penting dalam menciptakan masyarakat yang demokratis. Saat ini partisipasi sebagai aset penting bagi pemberdayaan masyarakat masih dalam jargon untul legitimasi publik atau partisipasi hanya bersipat semu. Sebagai akibatnya, hambatan-hambatan atas sejumblah kebijakan atau program yang di desain tidak bisa berjalan secara optimal. Artinya, kebijakan deesentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk pemerataan dan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan gagal jika tidak ada dukungan oleh partisipasi masyarakat.

1 komentar: